Sunday, December 23, 2007

Proses Menuju Rumah Idaman

Agustus 2007.. Pondasi mulai dipasang.. Di kavling Ambassador Blok D.. Type 45/151 (hoek)



September 2007.. Dinding rumah telah berdiri tegak..



Oktober 2007.. Atap dan pagar depan rumah selesai terpasang..



November 2007.. Alhamdulillah, berdirilah rumahku yg sederhana..

Monday, September 3, 2007

Rumahku Surgaku



Oleh: Ahmad Gozali
Dikutip dari Majalah Alia

Siapa sih yang tidak mau memiliki rumah sendiri. Setiap kita pastinya punya keinginan untuk memiliki rumah sendiri sebagai tempat berteduh di kala hujan dan beristirahat di kala malam. Apalagi bagi mereka yang sudah menikah. Tak lengkap rasanya hidup berkeluarga kalau masih menumpang pada orang tua. Bukankah dengan menikah menjadikan mereka sebuah keluarga sendiri yang juga mestinya tinggal di rumah sendiri. Bahkan istilah hidup berumah tangga pun oleh sebagian orang diartikan sebagai hidup bersama, di rumah sendiri, dengan kondisi yang terus meningkat seperti tangga.

Namun sayangnya, harga rumah di daerah perkotaan menjadi sangat mahal seiring dengan pesatnya pembangunan bahkan sampai ke pinggiran kota. Kendala ini menyebabkan KPR menjadi pilihan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebagian besar pembelian rumah dilakukan dengan memanfaatkan kredit kepemilikan rumah yang saat ini banyak dikeluarkan oleh bank konvensional.

KPR dari bank konvensional sebenarnya bukan solusi yang ideal bagi seorang muslim, karena mau tidak mau, walau dengan alasan darurat, umat islam dengan setengah hati harus menerima kenyataan keterlibatannya dengan pinjaman yang berbunga. Dengan kenyataan seperti ini, sepertinya menggiring umat islam, teriutama keluaraga muda, hanya memiliki dua pilihan, mengorbankan idealismenya untuk hidup bersih dan halal karena mengambil pinjaman berbunga, atau sama sekali tidak memiliki rumah.

Walaupun masih terbatas, sebetulnya sudah ada pembiayaan perumahan dari bank syariah. Memang belum banyak orang tahu dan rasanya belum ada bank syariah yang gencar memasarkan produk ini. Namun kedepannya, produk ini bukan tidak mungkin menjadi produk unggulan bank syariah. Karena hampir setiap keluarga perlu yang namanya pembiayaan rumah, dan sebagian besar keluarga di Indonesia adalah muslim yang tentunya ingin tetap istiqomah dalam memiliki rumah yang sesuai dengan syariah.

Pada prakteknya, mungkin tidak akan terlihat jelas adanya perbedaan dengan KPR biasa. Intinya adalah konsumen bisa membeli rumah dengan cara mencicil kepada bank. Bedanya adalah, pada KPR konvensional, bank sebetulnya memberikan pinjaman berupa uang kepada konsumen. Dan dengan uang tersebut konsumen kemudian membeli rumah kepada developer. Sedangkan dengan sistem syariah, bank membeli rumah dari developer dan menjualnya kembali kepada konsumen, tentunya konsumen membayar rumah tersebut dengan cara mencicil. Sama-sama mencicil untuk punya rumah, namun akadnya sungguh berbeda. KPR konvensional menggunakan akad pinjaman uang yang berbunga atau riba. Sedangkan bank syariah menggunakan akad jual beli yang halal.

Contoh sederhananya begini: Developer membangun perumahan X dan menjualnya dengan harga Rp 100 juta untuk tipe 36/80. Karena tidak memiliki uang tunai sebesar Rp 100 juta, konsumen bisa mengajukan pembiayaan rumah kepada bank syariah Y agar bisa membelinya secara mencicil saja. Jika Bank syariah Y menyetujuinya, bank akan membeli rumah tersebut dari developer seharga Rp 100 juta. Bank kemudian menjualnya kembali kepada konsumen dengan harga Rp 120 juta. Dan konsumen bisa mencicil rumah seharga Rp 120 juta tersebut dalam jangka waktu 10 tahun (120 bulan) dengan membayar Rp 1 juta per bulan. Sama seperti pembelian rumah pada umumnya, tentunya akan ada juga biaya tambahan seperti biaya notaris, pajak, BPHTB, penilaian/apraisal, provisi, administrasi dan sebagainya tergantung dari kebijakan bank dan developer. Dan untuk menegaskan komitmen konsumen, bank juga bisa meminta konsumen untuk membayar uang muka atau (DP) down payment di awal.

Berbeda akad, tentunya berbeda pula konsekuensinya antara KPR konvensional dan pembiayaan rumah dari bank syariah. Pada KPR konvensional, transaksinya adalah bank meminjamkan uang kepada konsumen, dan konsumen harus mengembalikannya dengan cara mencicil pokok hutang dan ditambah dengan bunganya selama jangka waktu tertentu. Jika di tengah jalan suku bunga naik, maka cicilan yang harus dibayar juga akan naik sesuai dengan kenaikan suku bunga. Konsumen harus membayar lebih mahal dari rencana awal.

Sedangkan kalau akadnya jual beli seperti pada bank syariah, harga harus sudah ditetapkan di awal dan tidak bisa dirubah-rubah di tengah jalan. Jika bank menjual rumahnya ke konsumen dengan harga Rp 120 juta, maka konsumen hanya diharuskan membayar Rp 120 juta tanpa peduli dengan kenaikan suku bunga.

Sesuai dengan semangat jual beli dalam Islam yang menganut prinsip suka sama suka, harga jual rumah dari bank ke konsumen dan jangka waktu pelunasan sebetulnya bisa dilakukan tawar menawar sampai tercapai kesepakatan. Namun tentu saja bank syariah juga punya kebijakan penetapan harga dan jangka waktu sendiri-sendiri.

Selain kelima bank tersebut, produk pembiayaan perumahan secara syariah juga bisa diakses di BNI Syariah, BII Syariah, Bank Bukopin Syariah dan Bank Syariah Indonesia. Sehingga totalnya ada 9 bank syariah yang saat ini memiliki produk pembiayaan perumahan secara syariah.

Dan kabar baik juga datang dari BTN yang sudah dikenal selama ini sebagai bank pemerintah yang paling banyak menggelontorkan dana untuk KPR. Jika tidak ada aral melintang, tidak lama lagi BTN akan meluncurkan cabang syariahnya. Dan kabarnya pula, KPR Syariah menjadi produk andalan mereka.

Jika rencana ini terwujud, maka bukan tidak mungkin akan ada banyak dana yang dikucurkan untuk membantu masyarakat memiliki surga di dunia tanpa harus terlibat dengan riba.


Source: www.perencanakeuangan.com

Tuesday, August 7, 2007

6 Alasan Membeli Rumah di Bukit Dago




1. Harga sesuai budget
Sejak awal, saya memasang budget untuk rumah baru sekitar 150jt. Dengan pertimbangan, KPR perbulan relatif terjangkau (dibawah 2jt) dan masa kredit tidak terlalu lama (5-10th).

2. Lokasi perumahan relatif dekat dari kantor dan kampung halaman
Jarak dan waktu tempuh dari rumah di Jatipadang:
- motor via Pondok Cabe => 25 km selama 50 menit.
- mobil via tol BSD => 35 km selama 45 menit.
Kalo dari kantor di Mampang tinggal tambah 6 km lagi

3. Ada kelebihan tanah (Hoek)
Tipe asli yang dipasarkan adalah 45/112 (dua kamar). Dengan adanya kelebihan tanah menjadi 45/151, bisa dibuat menjadi 3 atau 4 kamar.

4. Akses jalan mudah ditempuh
Akses jalan ke tol BSD hanya ditempuh sekitar 5 menit dan ke terminal/pasar parung 10 menit saja. Kebetulan kakak saya ada yang tinggal di Cimanggis dan Parung. Kalau ke Jakarta pilihan akses jalan bisa melalui Pondok Cabe atau Ciputat.

5. Lokasi perumahan cukup strategis
Mau jalan kemana relatif mudah dari Bukit Dago. Dekat ke BSD (5km), Pamulang (5km), Parung (8km), Ciputat (15km), Depok (15km).

6. Fasilitas OK
Dengan luas area sekitar 100ha, Bukit Dago memiliki berbagai fasilitas bagi penghuninya. Diantaranya tempat ibadah (masjid dan musholla), central park, sport center (swimming pool). Jalan utama (boulevard) juga cukup lebar dengan penataan rumah dan taman yang rapi. Saat ini pembangunan sudah mencapai 20% dari masterplan. Jumlah rumah terjual sekitar 200-an unit untuk tiga tipe rumah (36/90, 45/112, 63/150).

Sunday, June 17, 2007

Road to Bukit dago



Depok dan Cinere adalah dua kawasan yang saya incar untuk membeli sebuah rumah. Namun dari beberapa kali survey ke lokasi, belum ada yang naksir. Selain karena lokasi dan lingkungan yang kurang sreg, harga juga masih diatas budget (hehe.. trus trang aje ye.. ini alasan utama). Kok mahal? Yup. karena saya mengincar rumah dengan tanah yang agak luas. Minimal 120 meter persegi. Maklum, meski saya dan istri masih berdua bagai pengantin baru, tapi saya berasal dari keluarga besar.. jadi kalo lagi ngumpul, nggak sempit2 amat lah.. Makanya, dengan tanah seluas itu, rumah2 di depok dan cinere tergolong mahal buat saya.. Pilihanpun jatuh ke kawasan Pamulang.

Wow.. Begitu kira2 kata pertama yang keluar ketika saya mengunjungi Bukit Dago. Sebuah perumahan ‘dengan harga terjangkau’ di Pamulang. Dengan sedikit terlewat dan salah jalan, kurang lebih 1 jam saya habiskan untuk menuju tempat ini. Dengan suasana resort yang dipromosikan, terbentang luas deretan rumah type 65 yang membuka jalan menuju deret hunian lainnya. Type ukuran 36 dan 45 masih harus masuk ke dalam sekitar 500 meter. Menggunakan sepeda motor, saya menghitung dari pintu pagar rumah sekarang, sampai pintu gerbang Bukit Dago, berjumlah 27 km. Route yang saya pilih melewati Ragunan - Cilandak - Lebakbulus - Ciputat - Pamulang. Lumayan jauh.. Cukup padat juga arus lalulintas saat melewati Ciputat.

Minggu berikutnya saya coba melewati Pondok Cabe dengan jarak tempuh lebih singkat, 25 Km dalam waktu 45 menit. Route Ragunan - Cilandak - Lebakbulus - Ciputat - Pamulang ditempuh relatif lancar.

Dengan harga yang terjangkau dan suasana resort-nya, perumahan ini sangat menggoda untuk disurvey. Dengan uang muka sebesar Rp 25 juta dan cicilan sekitar Rp 1,3 juta per bulan selama 10 tahun, kita sudah bisa menempati sebuah rumah dengan type T-45/112 di sana. Harga yang sangat tidak mungkin kita dapatkan di 5 wilayah Jakarta.

Well, target sudah ditemukan.. Saatnya ngurus KPR..

Friday, June 15, 2007

Pilihan Tinggal di Jalur Pamulang-Serpong



Ingin punya rumah di kawasan Serpong tapi kantong cekak? Tidak usah khawatir. Jangan terpaku pada perumahan di sepanjang Jl Raya Serpong, Tangerang, yang didominasi perumahan menengah atas. Cobalah sedikit bergeser ke arah selatan di seberang jalan tol Serpong - Pondok Pinang, tepatnya di kawasan Pamulang dan Pondok Benda. Jika harga rumah di Jl Raya Serpong rata-rata di atas Rp300 juta, di Pamulang dan Pondok Benda kebanyakan Rp100 jutaan - Rp200 jutaan.

Fasilitasnya memang tidak selengkap dan sebagus perumahan di Jl Raya Serpong. Bahkan, bisa dibilang pas-pasan. Paling banter sport club yang di dalamnya hanya kolam renang. Pasalnya, luas berbagai perumahan itu tidak besar. Yang terbesar Bukit Dago (100 ha) dan Vila Dago (80 ha), keduanya di Pamulang, yang dikembangkan Grup Duta Putra. Selebihnya hanya 15 - 30ha atau bahkan kurang dari itu.

Namun demikian, perumahan-perumahan itu cukup ideal menjadi tempat tinggal Anda yang bergiat di Serpong, Tangerang, dan Jakarta Selatan. Aksesnya baik, bisa dicapai dari berbagai arah dan dekat dengan pusat pertumbuhan Jl Raya Serpong. Dari Jakarta Selatan bisa diakses lewat Jl Raya Cirendeu, Pondok Cabe, terus ke Jl Raya Pamulang, atau dari Ciputat. Dari barat bisa dicapai dari Jl Raya Serpong, Jl Raya Puspitek, Pondok Benda, Pamulang.

Angkutan umum juga tersedia. Ke Pamulang Anda cukup naik angkot Lebak Bulus-Pamulang, Muncul (Puspitek)-Ciputat dan Pamulang 2-Ciputat sekali jalan. Dari terminal Lebak Bulus hanya sekali naik angkot dengan ongkos Rp3.000. Dengan kendaraan pribadi kawasan Pamulang dan Serpong bisa dicapai lewat jalan tol Pondok Pinang-Serpong. Lokasi berbagai perumahan itu dari exit tol BSD lingkar timur hanya 3 - 7 km atau dapat ditempuh 15-20 menit.

Harga rumah di koridor Pamulang-Serpong ternyata memang lebih rendah dibanding perumahan-perumahan di sepanjang Jl Raya Serpong. Oke, pertimbangan dari sisi dompet nggak ada masalah. Saatnya survey ke lokasi.. Villa Dago dan Bukit Dago.. !!